Berakhirnya Era ” BUMN BerAkhlak ” dan Tantangan Danantara

Oleh : Rizal Djalil Anggota Komisi Keuangan DPR RI 1999-2009 & Mantan Ketua BPK RI Pernah Melakukan Studi Kontribusi BUMN 2005-2008.

Tak Berkategori44 Dilihat

DEPATINEWS.COM, JAKARTA— Pada saat dipopulerkannya Slogan BUMN BerAkhlak pada awal periode Tahun 2019-2024 banyak pihak menaruh harapan terhadap pengelolaan BUMN yang lebih baik dan berkontribusi besar terhadap Negara.

Dengan jumlah BUMN termasuk anak cucu perusahaan Total 1046 ternyata pada tahun 2024 hanya dapat menyumbang deviden Rp 86,4 Triliun. Bahkan menurut Petinggi BUMN sendiri 52 % BUMN mengalami kerugian dengan nilai sekitar Rp 50 Triliun.
Presiden Prabowo Subianto pada saat menyampaikan Nota Keuangan di DPR RI ( tanggal 15 Agustus 2025) menyampaikan kritik keras terhadap pengelolaan BUMN.

Antara lain disampaikan ” Pengelolaannya secara tidak masuk akal, perusahaan rugi, komisarisnya banyak banget “. Pernyataan tersebut bukan hanya sebagai feed back biasa tetapi sebuah pernyataan politik ketidak puasaan terhadap pengelolaan BUMN . Dan disampaikan secara terbuka di Forum Parlemen. Untuk mempertegas pernyataan tersebut mari kita lihat beberapa kasus yang menimpa BUMN :
1.⁠ ⁠Kasus Korupsi Pertamina 2018-2023 merugikan negara sekitar

Rp 285.017.731.964.389

2.⁠ ⁠Kasus Jiwasraya Tahun 2020 merugikan negara Rp 16,81 Triliun.

3.Kasus Asabri merugikan negara Rp 22, 78 Triliun.

4.⁠ ⁠Kasus Taspen 2024 merugikan negara sekitar Rp 1 Triliun.

Sengaja diangkat Tiga Kasus terkait Asuransi BUMN untuk mengingatkan bahwa Badan Usaha Asuransi merupakan Entitas yang mengelola dana segar yang berasal dari setoran premi dan potongan gaji PNS / TNI : SELALU menjadi sasaran empuk pengemplang tidak bertanggung jawab. Kalau ditelisik lebih dalam kasus manipulasi dana segar Asuransi/Dana pensiun sejak dulu kala, selalu melibatkan Nama besar dan konglomerasi tertentu. Dalam kasus Taspen terang benderang terkait dengan kelompok usaha besar tertentu tapi pada saat dipanggil Penegak hukum ingkar dengan alasan sakit.
Bagus saja kasus yang menimpa perusahaan Asuransi plat merah dilaporkan sendiri oleh petinggi BUMN ( saat itu) , tapi akan lebih bagus lagi bila berhasil mencegah eskalasi kasus itu sendiri. Di Kantor Kementerian BUMN ada Inspektorat. Di BUMN ada banyak komisaris. Dan kita punya Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) yang salah satu tugasnya mencegah Moral Hazard di Lembaga Keuangan non bank( asuransi) dan bahkan BPK RI sejak tahun 2010 sudah mengingatkan melalui Ikhtisar Laporan Keuangan BUMN yang dilampirkan pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat : bahwa ada potensi masalah pada BUMN Asuransi. Tapi semuanya ( Inspektorat BUMN, Para komisaris dan OJK) diam seribu bahasa dan tidak berdaya. Atau sengaja mendiamkan ( ? ).Seolah-olah semuanya baik-baik saja.

5.⁠ ⁠Kasus utang BUMN Karya senilai Rp 184. Triliun pada kuartal pertama tahun 2025. Dan kasus korupsi yang lebih luas di Waskita Karya berpotensi merugikan negara sekitar Rp 2,5 triliun.

6.⁠ ⁠Kasus Kimia Farma Tahun 2025 merugikan negara sekitar Rp 1,86 Triliun dan kasus Indofarma tahun 2023 merugikan negara Rp 371 milyar. Padahal Dua perusahaan farmasi milik negara ini dimaksudkan menyediakan obat murah untuk masyarakat.

7.⁠ ⁠Kasus Proyek Fiktif PT. Telkom 2025 senilai Rp 431,7 milyar .

PT. Telkom merupakan satu-satunya BUMN yang terdaftar di Bursa Saham New York yang sangat bergengsi. Untuk bisa terdaftar di Bursa Saham New York bukan perkara mudah, memerlukan perjuangan panjang dan melelahkan. Tatakelola PT .Telkom sudah diakui secara internasional. Mengapa tetap ada korupsi? Pekerjaan fiktif pula. Korupsi berupa pekerjaan fiktif merupakan fraud yang sangat konservatif. Dia bukan kriminalisasi atau kasus korupsi yang dipaksakan. Tapi sebuah perbuatan tercela melalui kegiatan yang seolah-olah Ada tetapi pada hakekatnya goib atau tiada Alias fiktif
Dengan rentetan kasus tersebut dapat disimpulkan Slogan BUMN BerAkhlak tidak berhasil menerapkan Tatakelola perusahaan yang baik.

Superholding

Untuk memperbaiki Tatakelola dan meningkatkan kontribusi BUMN kepada negara, Presiden Prabowo meluncurkan Danantara sebagai Superholding dan Badan Pengelola Investasi.,pada tanggal 24 Febuari 2025 di Istana Negara.
Danantara diharapkan dapat menyumbang ke APBN sekitar US $ 50 miliar atau setara Rp 813,8 Triliun. Dengan Total aset yang dikelola nantinya sekitar Rp 10.400. Triliun. Untuk mencapai target tersebut tidak mudah namun bukan berarti tidak bisa. Persyaratan utama adalah kepastian aturan main.
Bertepatan dengan segera akan dibahasanya RUU tentang Perubahan Keempat atas UU No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara oleh DPR RI bersama pemerintah adalah saat yang tepat merumuskan semua aturan main dalam pengelolaan Danantara. Beberapa isu yang perlu dibahas :

Pertama, Masih perlukah Kementerian BUMN ?
Berdasarkan informasi yang beredar semua BUMN akan dikelola sepenuhnya oleh Danantara. Bahkan semua Perusahaan Umum ( Perum) setelah ditransformasikan akan segera diserahkan kepada Danantara. Kalau demikian faktanya untuk apa lagi Kementerian BUMN? Bahkan Badan Khusus BUMN juga tidak diperlukan. Kalau dipaksakan dibuat sebagai kompromi politik : sangat tidak sehat malah membuat birokrasi berliku yang akan menghambat proses pengelolaan Danantara itu sendiri.

Peran Menteri Keuangan

Dalam konstitusi kita Presiden merupakan Pemegang Kekuasaan atas penyelengaraan negara. Presiden dapat menunjuk Menteri sebagai pemegang saham pemerintah. Berdasarkan best practice internasional terutama Temasek : Menteri Keuangan sebaiknya tetap sebagai Pemegang Saham Pemerintah. Hal ini karena segala sesuatu terkait Kekayaan Negara sebaiknya melibatkan Menteri Keuangan. Lagi pula Dua BUMN besar dan strategis ( PLN dan Pertamina) sangat terkait dengan Kementerian Keuangan ( ada subsidi dan dana kompensasi yang besar). Melibatkan Menteri Keuangan ( sebagai Pemegang Saham Pemerintah ) juga merupakan bentuk adanya check and balance.

Ketiga , Pelayanan publik

Dengan berdirinya Superholding Danantara diharapkan peran Pelayanan Publik dan Agen pembangunan dapat terus berjalan dan bahkan lebih ditingkatkan. Badan Usaha dibidang Pangan dan Energi perlu dipastikan keberlangsungan dan kesehatan usahanya karena merupakan badan usaha strategis : menyangkut kepentingan orang banyak dan sarat kepentingan elit juga. Bila pelayanan Badan Usaha bidang Energi dan Pangan bermasalah akan menimbulkan implikasi politik yang besar.

Keempat Siapa yang mengaudit

Walau Danantara mempunyai Dewan Pengawas namun tetap diperlukan instrumen pengawasan. Salah satu instrumen tersebut adalah hasil audit. Saya setuju yang mengaudit adalah Lembaga Audit Independen yang kredibel. Danantara sebagai milik negara tidak bisa melepaskan diri sepenuhnya dari Rezim Keuangan Negara untuk itu Lembaga Independen yang mengaudit sebaiknya ditetapkan dan dibiayai oleh BPK RI sebagai Auditor Negara. Hasil audit disampaikan kepada BPK RI untuk direview.

Keempat, Pengawasan oleh DPR

DPR sebagai representasi Rakyat Indonesia dapat melakukan pengawasan terhadap Danantara. Namun pengawasan tersebut haruslah bersifat hal-hal prinsip saja. Tidak masuk ke masalah terlalu tehnis. Dan dengar pendapat dan rapat kerja tetap diperlukan tapi jangan sampai terlalu sering sehingga waktu Pengelola Danantara tersita untuk menghadiri rapat di DPR.

Kelima ,konflik kepentingan

Salah satu tantangan besar mengelola Superholding seperti Danantara adalah Konflik kepentingan .
Michael Jensen dan William Meckling ( 1976) menyatakan Pengelola Perusahaan yang diberi wewenang mengelola perusahaan : membuat keputusan dan menguasai semua informasi dalam perusahaan. Kondisi ini bisa memunculkan konflik kepentingan. Inilah yang harus dihindari oleh para pengelola perusahaan. Dalam Undang-undang yang baru nanti sebaiknya dicantumkan batasan yang tgas terkait konflik kepentingan.

Lazimnya sebuah undang-undang tidak mungkin membuat aturan detail secara tehnis untuk itu diperlukan penjabaran lebih lanjut berupa Peraturan Danantara : yang memberi batasan dan aturan main lebih tegas dan rinci : sehingga bisa menjadi pedoman dalam.pengelolaan badan usaha dan dana investasi.

Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam pengelolaan Danantara kedepan :

1.⁠ ⁠Perlu dilakukan percepatan restrukturisasi badan usaha sehingga jumlah BUMN dan anak usaha 1046 dapat diperkecil dan disederhakan sehingga terjadi konsolidasi dan efisiensi yang memungkinkan bergerak lebih lincah dan dapat menghasilkan kontribusi yang diharapkan oleh Pemerintah.

2.⁠ ⁠Keterbukaan informasi terkait pengelolaan Danantara mutlak dilakukan. Ini penting untuk keberhasilan program investasi dan sekaligus membangun kepercayaan publik.

3.⁠ ⁠Para pengelola Danantara dari jenjang Pimpinan sampai Karyawan tetap berhak mendapatkan reward ( bonus) bila semua target dapat dicapai. Tentu saja dalam jumlah yang patut dan wajar.

4.⁠ ⁠Pimpinan Danantara harus berani menetapkan dan mengambil keputusan yang tegas bahwa komisaris Badan Usaha tidak boleh merangkap sebagai Staf Khusus, Wakil Menteri dan jabatan lainnya. Ini bukan saja melaksanan putusan MK tetapi juga sekaligus menerapkan Tatakelola perusahaan yang benar dan baik. Era menjadikan jabatan komisaris sebagai tempat untuk mendapatkan tambahan income pejabat , sudah berlalu.

Lagi pula setiap orang harus memilih salah satu fungsi dan tugas. Tidak mungkin seseorang dapat menjalankan dua tugas dan fungsi sekaligus secara bersamaan.

5.⁠ ⁠Kita menyadari dan mengerti sepenuhnya bahwa dalam masyarakat yang masih ” feodalistik ” dan pada umumnya di negara sedang berkembang : sehebat apapun seseorang untuk masuk ke orbit kekuasaan ( posisi strategis) memerlukan ” Hook “. lazimnya berupa aliasi politik , kedekatan personal dan kekerabatan. Yang penting harus fokus sebagai Entrepreneur. Harapan masyarakat kepada Danantara sangat besar . Kepada semua pengelola Danantara berpihaklah kepada kepentingan Danantara sebagai Entitas milik seluruh Rakyat Indonesia. Jauhkan kepentingan politik tertentu dan kepentingan perusahaan keluarga. InsyaAllah Danantara akan berhasil menjalankan misi nya. Amien.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *