DEPATINEWS.COM– Enam bulan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah berjalan, 5,5 juta orang telah mendapat manfaat. Kalau dirinci lebih lanjut, penerima manfaat terdiri dari : Siswa PAUD 321.702 ; Siswa SD 2.483.000 ; Siswa SMP 1.534.442 ; Siswa SMA 1.169.979 ; Siswa Pesantren 27.760; Ibu hamil 15.780; Ibu menyusui 26.504 dan Balita 74.999.Sedangkan Siswa Pusat Belajar Masyarakat dan SLB 10.319. Siswa Pendidikan Seminari 802.
Mengurus semua proses Program Makan Bergizi Gratis dalam tempo 6 bulan dari nol, dan dapat berjalan dengan baik bukanlah pekerjaan ringan. Menata konsumsi untuk pesta kawinan sekitar 500 orang saja , ribetnya bukan main. Apalagi lagi , menyiapkan Program MBG untuk 5,5 juta orang. Tahapan Proses Yang sangat ketat dan dan melelahkan. Dimulai dengan perencanaan kelompok sasaran , menyiapkan daftar menu , penganggaran , dan penunjukan mitra pelaksana sampai makanan terhidang ke kelompok sasaran memerlukan tata kelola yang ketat dan disiplin yang tinggi untuk menghindari masalah yang mungkin terjadi dilapangan.
Penerima manfaat harus mendapatkan MBG yang sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Untuk itulah SPPG ( Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) yang saat ini berjumlah sekitar 1861 harus memiliki peralatan dan personil mempunyai skil sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Untuk menjamin kualitas MBG personil SPPG harus terlatih dan punya ketrampilan mumpuni untuk mengelola MBG.
Apabila dalam proses ini ada yang tidak sesuai standard kelayakan yang ditentukan bisa menimbulkan masalah bagi penerima manfaat : Itulah yang menimpa 223 siswa dan 13 guru( keracunan) di Bogor pada 15 Mai 2025. Peristiwa ini menunjukkan kepada publik betapa berat sebenarnya beban dan tanggung jawab BGN sebagai institusi Pelaksana Nasional.
Disamping masalah tehnis penyiapan MBG, BGN juga harus mengelola dana program MBG- yang bersumber APBN-sesuai dengan Standar Akutansi Pemerintah dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Karena pada saat waktunya tiba BPK RI pasti akan memeriksa semua rangkaian penggunaan anggaran. Dalam konteks ini saya secara terbuka memberikan apreasiasi kepada BGN yang dalam masa 6 bulan dapat menjangkau 5,5 juta penerima manfaat MBG.
MBG efek
Bila target Pemerintah tetap 20 juta penerima manfaat MBG pada bulan Agustus 2025, tentu perlu dilakukan ” review” untuk mencapai target tersebut mengingat pada bulan Juni 2025 baru mencapai 5,5 juta atau 27,5 persen.
Sudah dapat dipastikan Program MBG memberikan dampak positif bagi penerima maanfaat. Walaupun untuk mengetahui out put dan out come lebih mendetail diperlukan studi lebih komprehensif setelah program berjalan dalam rentang waktu tertentu. Paling tidak Berat Badan Siswa meningkat dan tingkat kehadiran disekolah meningkat.
Namun menarik mengikuti hasil survey Kemenkes 2024: Stunting turun menjadi 19,8 persen , dari 21,5 persen pada tahun 2023. Sedangkan jumlah Balita mengalami Stunting 4,4 juta. Balita Stunting tersebut terkonsentrasi di propinsi besar dan padat penduduk di Jawa, Sulbar ,Papua Pegunungan dan NTT.
Program MBG per Juni 2025 baru menjangkau 78.999 Balita, sekitar 1,56 persen dari Total Balita terkena Stunting secara nasional. Balita, ibu hamil dan ibu menyusui adalah kelompok paling rentan terhadap berbagai penyakit. Bila kita ingin generasi yang lebih sehat dan cerdas kelompok ini patut mendapat skala prioritas tinggi dalam Program MBG.
Finansial
Anggaran Program MBG dalam APBN 2025 sebesar Rp 71 triliun, baru terserap Rp 5 triliun per Juni 2025. Bagus saja bila Pemerintah melalui BGN mempercepat penyaluran MBG dengan target 82,9 juta penerima manfaat per desember 2025 -mungkin akan menjadi penerima manfaat MBG terbesar didunia- bila benar-benar dapat direalisasikan.
Apalagi menurut informasi yang beredar di Media ( 26 Juni 2025) ,Anggaran MBG sudah ditambah menjadi Rp 121 Triliun. Yang menjadi persoalan apakah mungkin dan realistis dalam kurun waktu 6 bulan kedepan dapat merealisasikan target sebesar itu dan menyerap Anggaran sebesar Rp 115 triliun? Padahal dari Januari 2025 sampai dengan Juni 2025 hanya terserap sebesar Rp 5 triliun. Semua orang mengetahui dan menyadari bahwa program MBG adalah Program Prioritas Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, untuk itu political Will terhadap program ini sangat besar . Namun ditengah keterbatasan fiskal dan pergulatan menghadapi tantangan dan masalah ekonomi nasional semua pihak harus secara sangat prudent dalam mengelola program yang sudah dicantumkan dalam Asta Cita : ini berlaku untuk semua program pemerintah bukan hanya MBG. Diharapkan dengan demikian tingkat keberhasilan program benar-benar nyata dan dapat diukur dengan standar yg baku dan tanpa ” hiruk pikuk” masalah dilapangan.
Hal- hal yang mungkin perlu diperhatikan kedepan.
Pertama, Indonesia disebut sebagai Negara dengan Ekonomi Terbesar di ASEAN. Penghasil komoditi nikel dan kelapa sawit termasuk paling besar di dunia dan Rezim Jokowi telah menggelontorkan Rp 3.310 triliun Bansos Namun Bank Dunia menyatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia melonjak menjadi 194,4 juta jiwa. World Population Review pada tahun 2022 merilis skor IQ beberapa negara termasuk negara-negara Asean Indonesia berada diurutan ke 10 dengan capaian rata-rata skor IQ 78,49 sama dengan Timor Leste dan berada dibawah Laos. Seperti telah diungkapkan sebelumnya prevalensi Balita terkena Stunting sekitar 4,4 juta pada tahun 2024. Fakta ini menunjukkan semakin pentingnya program MBG memperbesar skala prioritas pada Anak Balita, Ibu Hamil dan Ibu menyusui, disamping kelompok penerima manfaat lainnya.
Kedua, Tidak menjadi masalah program MBG disebut oleh kalangan tertentu sebagai program populis dan sosialis. Tidak penting juga soal sosialis dan Neo Liberal ( yang juga bercokol di kabinet) yang penting bermanfaat buat Rakyat Indonesia yg secara kongkrit dapat dinyatakan nanti Kemiskinan menurun secara signifikan dan tingkat kecerdasan meningkat diatas rata-rata ASEAN atau berada jauh diatas Kamboja ( yg sekarang berada diurutan kedua di ASEAN)
Ketiga, keterlibatan institusi Teritorial dalam pelaksanaan program MBG tidak masalah sejauh tidak mengganggu tugas pokok institusi tersebut. Bahkan menurut saya dalam rangka percepatan program MBG hingga 82,9 juta penerima manfaat keterlibatan Institusi Teritorial sebaiknya lebih ditingkatan. Program MBG memang harus dilaksanakan dengan tingkat kedisiplinan sangat tinggi untuk mencegah terjadinya masalah yang dapat mengganggu suksesnya program MBG.
Keempat, Masyarakat yang berada disekitar Program MBG sebaiknya dilibatkan secara aktif walau harus melalui sosialisasi terlebih dahulu. Sehingga masyarakat tidak hanya menjadi penonton dan bisa menikmati multiplier effect program MBG.
Kelima, kerjasama lintas instansi perlu lebih ditingkatkan dan seharusnya sudah tau apa peran setiap instansi pemerintah dalam mendorong suksesnya Program MBG. Mungkin nanti kita akan melihat Kementerian Komunikasi dan Digital telah membuat digitalisasi program MBG secara nasional, sehingga dari kantor BGN dapat terpantau secara ” real time” proses pelaksanaan program MBG diseluruh Indonesia.
InsyaAllah